Selasa, 14 April 2015

Tafsir al-misbah surah ar-ra'd ayat 11



TAFSIR AL-MISHBAH  SURAT AR-RA’D AYAT 11
                “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum….
Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
            Dalam arti Allah menjadikan para mu’aqqibat itu melakukan apa yang ditugaskan kepadanya yaitu memelihara manusia, sebagaimana dijelaskan di atas karena Allah telah menetapkan bahwa Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Yakni kondisi kejiwaan/ sisi dalam mereka seperti mengubah kesyukuran menjadi kekufuran, ketaatan menjadi kedurhakaan, iman menjadi penyekutuan Allah., dan ketika itu Allah akan mengubah ni’mat (nikmat) menjadi niqmat (bencana), hidayah menjadi kesesatan, kebahagian menjadi kesengsaraan dan seterusnya. Ini adalah satu ketetapan pasti yang kait-mengait. (Thabathaba’i)
            Secara panjang lebar penulisan uraikan dalam buku Secercah Cahaya Ilahi. Di sana antara lain penulis mengemukakan bahwa paling tidak ada dua ayat dalam al-Qur’an yang sering diungkap dalam konteks perubahan sosial, yaitu firmannya dalam QS. Al-Anfal, 8:53;Œ
                “(siksaan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri[621], dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
[621] Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah.
            Kedua ayat di atas berbicara tentang perubahan, tetapi ayat pertama berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat kedua yang menggunakan kata (Ma/apa) berbicara tentang perubahan apa pun, yakni baik dari yang negatif, ke positif. Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi menyangkut kedua ayat di atas.
Pertama, ayat-ayat tersebut berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Ini dipahami dari penggunaan kata qaum/masyarakat pada kedua tersebut. Selanjutnya dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh sesorang manusia saja. Memang, boleh saja perubahan bermula dari seseorang, yang ketika ia melontarkan dan menyebarluaskan ide-idenya, diterima dan menggelinding dalam masyarakat. Di sini ia bermula dari pribadi dan berakhir pada masyarakat. Pola pikir dan sikap perorangan itu “menular” kepada masyarakat luas, lalu sedikit demi sedikit “mewabah”kepada masyarakat luas.
Kedua, penggunaan kata qaum, juga menunjukkan bahwa hukum ke-masyarakat ini tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu suku, ras dan agama tertentu, tetapi ia berlaku umum, kapan dan dimana pun mereka berada.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar