TAFSIR AL-MISHBAH SURAT AR-RA’D AYAT 11
“Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum….
Tuhan tidak akan
merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran
mereka.
Dalam
arti Allah menjadikan para mu’aqqibat itu melakukan apa yang ditugaskan
kepadanya yaitu memelihara manusia, sebagaimana dijelaskan di atas karena Allah
telah menetapkan bahwa Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Yakni kondisi
kejiwaan/ sisi dalam mereka seperti mengubah kesyukuran menjadi kekufuran,
ketaatan menjadi kedurhakaan, iman menjadi penyekutuan Allah., dan ketika itu
Allah akan mengubah ni’mat (nikmat) menjadi niqmat (bencana), hidayah menjadi
kesesatan, kebahagian menjadi kesengsaraan dan seterusnya. Ini adalah satu ketetapan
pasti yang kait-mengait. (Thabathaba’i)
Secara
panjang lebar penulisan uraikan dalam buku Secercah Cahaya Ilahi. Di
sana antara lain penulis mengemukakan bahwa paling tidak ada dua ayat dalam
al-Qur’an yang sering diungkap dalam konteks perubahan sosial, yaitu firmannya
dalam QS. Al-Anfal, 8:53;
“(siksaan) yang
demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah
sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu
meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri[621], dan Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
[621] Allah tidak mencabut
nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tetap
taat dan bersyukur kepada Allah.
Kedua
ayat di atas berbicara tentang perubahan, tetapi ayat pertama berbicara tentang
perubahan nikmat, sedang ayat kedua yang menggunakan kata (Ma/apa) berbicara
tentang perubahan apa pun, yakni baik dari yang negatif, ke positif. Ada
beberapa hal yang perlu digaris bawahi menyangkut kedua ayat di atas.
Pertama, ayat-ayat tersebut berbicara tentang perubahan
sosial, bukan perubahan individu. Ini dipahami dari penggunaan kata qaum/masyarakat
pada kedua tersebut. Selanjutnya dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa
perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh sesorang manusia saja. Memang,
boleh saja perubahan bermula dari seseorang, yang ketika ia melontarkan dan
menyebarluaskan ide-idenya, diterima dan menggelinding dalam masyarakat. Di
sini ia bermula dari pribadi dan berakhir pada masyarakat. Pola pikir dan sikap
perorangan itu “menular” kepada masyarakat luas, lalu sedikit demi sedikit “mewabah”kepada
masyarakat luas.
Kedua, penggunaan kata qaum, juga menunjukkan bahwa hukum
ke-masyarakat ini tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu suku, ras
dan agama tertentu, tetapi ia berlaku umum, kapan dan dimana pun mereka berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar